Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi), Arys Hilman Nugraha pada Pembukaan Festival Hari Buku Nasional 2021 di Auditorium Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang, Banten (26/05/2021) mengatakan Lima tahun lalu, pada 2016, sebuah survei yang dilakukan Central Connecticut State University, AS, menempatkan indeks literasi Indonesia pada urutan ke-60 dari 61 negara yang disurvei. Indonesia hanya lebih baik daripada Botswana di Afrika dan satu tingkat di bawah negara jiran kita Thailand.

“Dua tahun kemudian, pada 2018, ketika Kemendikbud menyelenggarakan survei serupa, data itu mendapatkan konfirmasi karena ternyata tidak ada satu provinsi pun di negeri kita yang memiliki indeks literasi baca tinggi. Hanya ada sembilan provinsi dengan indeks literasi sedang. Sementara, 24 provinsi memiliki indeks literasi rendah dan satu provinsi sangat rendah.” ungkap Arys

Dalam pandangan Arys, ” Literasi adalah kemampuan untuk memaknai informasi secara kritis sehingga setiap orang dapat mengakses ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai upaya meningkatkan kualitas hidupnya. Bangsa dengan indeks literasi tinggi menunjukkan minat yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan, teknologi, inovasi, dan memiliki nalar kritis.”

lebih lanjut dikatakan, “Kecerdasan literasi mempersyaratkan beberapa hal. Pertama, kecakapan membaca. Dalam hal ini, bangsa Indonesia telah memiliki modal yang kuat karena sebanyak 98,29 persen penduduknya telah bebas buta aksara latin. Namun, dalam indeks aktivitas literasi membaca, dimensi kecakapan juga mencakup lama masa sekolah dan dalam hal ini Indonesia tergolong sedang yaitu dengan nilai 55,08.

Syarat kedua kecerdasasan literasi ialah akses terhadap bahan bacaan. Dalam hal ini, kondisi Indonesia tidak menggembirakan. Dalam kategori perpustakaan sekolah, misalnya, ternyata tidak semua sekolah memiliki perpustakaan. Jumlah perpustakaan SD terdata sekitar 61,45 persen dari seluruh jumlah sekolah, tetapi hanya 19 persen di antaranya dalam kondisi baik; SMP sebanyak 76,25 persen dan hanya 22 persen dalam kondisi baik; SMA sebanyak 76,40 persen dan hanya 33 persen dalam kondisi baik; SMK sejumlah 60,34 persen dan hanya 27 persen dalam keadaan baik (Statistik Pendidikan Dasar dan Menengah 2016/2017, Kemendikbud).” pungkas Arys.

Saat memberikan Sambutan, Arys yang juga tercatat sebagai Wartawan Senior Harian Umum Republika memberikan Penghargaan setinggi-tingginya kepada Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) yang meyakini pentingnya acara ini sehingga bersedia menjadi tuan rumah. Apresiasi juga kita berikan kepada Pemerintah Provinsi Banten yang sejak awal menyambut positif gagasan kegiatan ini dan memberikan dukungan kuat bagi penyelenggaraannya. Hormat kita kepada Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk) Kemendikbudristek yang bersedia membuka pintu sinergi untuk kegiatan ini. Juga angkat topi untuk korporasi di Banten yang menyadari bahwa tanggung jawab sosial perusahaan juga berlaku di bidang literasi.

Acara ini berangkat dari keyakinan tentang perlunya perbaikan besar ekosistem perbukuan yang berkelindan dengan kemajuan literasi. Keterlibatan menyeluruh penerbit, penulis, pegiat literasi, korporasi dengan CSR-nya, pemerintah daerah, perpustakaan, sekolah, pesantren, dan perguruan tinggi dalam penyelenggaraan kegiatan ini diharapkan dapat membentuk ekosistem yang sehat dan berkelanjutan. Kita ingin mengantarkan buku kepada masyarakat.

Semoga cita-cita kita membagikan sejuta buku untuk masyarakat Banten dapat terlaksana, sehingga dari kampus yang megah ini akan lahir masyarakat literat yang menjadi keniscayaan sebuah kemajuan. Buku adalah barang berharga.

Konon hanya orang bodoh yang mau meminjamkan buku kepada orang lain. Namun, lebih bodoh lagi orang yang mengembalikan buku pinjaman.

Di Banten, para penggerak literasi mungkin tidak peduli dengan gelar itu. Anda semua justru meminjamkan bahkan membagi-bagikan buku demi membebaskan masyarakat dari kebodohan. Seperti prinsip duta baca nasional kita, Gol A Gong, yang memilih bergerak daripada mengomeli rendahnya perhatian terhadap literasi. Daripada merutuki kegelapan, para pegiat literasi Banten lebih memilih menjadi lilin; Anda menerangi, walau sadar diri akan terbakar.

Anda semua sedang mencatat kebangkitan literasi, menuliskannya dalam manuskrip bernama Festival Hari Buku Nasional. Insyaalllah, verba volant scripta manent. Anda tidak sekadar berkata-kata, melainkan menuliskan sejarah—dan itu lebih abadi. Anda semua mewakafkan tenaga, waktu, dan pikiran untuk acara ini. Universitas, pemerintah daerah, dan DPRD mendukung dengan sepenuh hati, bahkan sedang merintis pula perda perbukuan pertama di negara kita.

” Anak cucu kita, suatu ketika, akan membaca semua itu, sebagaimana kita sekarang membaca kealiman Syekh Nawawi dan kepeloporan Prof Husein Jayadiningrat.” Arys mengakhiri sambutan

Please follow and like us:
fb-share-icon
Tweet 20

Categories:

No responses yet

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

RSS
Follow by Email