Firman Hadiansyah
Direktur Untirta Press
Undang-undang No 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan sudah diturunkan melalui Peraturan Pemerintah no 75 Tahun 2019. Merujuk Pasal 4, undang-undang ini bertujuan untuk: a) menumbuhkan dan mamperkuat cinta tanah air serta membangun jati diri dan karakter bangsa melalui pembinaan sistem perbukuan, b) mengatur dan mewujudkan sistem perbukuan serta meningkatkan mutu dan jumlah sumber daya perbukuan untuk menghasilkan buku bermutu, murah dan merata, c) menumbuhkembangkan budaya literasi seluruh warga Negara Indonesia; d) meningkatkan peran pelaku perbukuan untuk mempromosikan kebudayaan nasional Indonesia melalui buku di tengah peradaban dunia.
Keberpihakan Negara untuk Gerakan Literasi
Peristiwa regulatif ini mengindikasikan keberpihakan Negara dalam memposisikan perbukuan dan literasi sebagai entitas adiluhung sehingga dapat menjawab problematika yang terjadi selama ini, terutama tentang rangking literasi Indonesia yang selalu berada di bawah Negara lain. Tidak sedikit pelaku perbukuan dan para pegiat literasi yang menolak minat membaca masyarakat Indonesia rendah. Umumnya, menuntut akses terhadap buku. Buku tidak menyebar di masyarakat Indonesia dan lebih banyak terkonsentrasi du pulau Jawa. Bahkan pada tanggal 2 Mei 2017, ketika para pegiat literasi diundang ke istana Presiden dan mendiskusikan tentang problematika ini, muncullah gagasan pengiriman buku gratis yang disetujui Presiden dan sempat terimplementasi walau hanya satu tahun. Salah satu indikator ketidakberlanjutan pengiriman buku gratis ini adalah cantolan regulasi. Sayangnya, ketika regulasi ini mengada, takbanyak muncul kepermukaan dan menjadi diskusi di kalangan intelektual serta pemegang kebijakan di pelbagai lini. Jangan-jangan, ada persoalan juga dengan sosialisasi regulasi yang belum massif.
Riak-riak ini memang terdengar bergemiricik di dunia penerbitan namun takmenjadi ombak besar yang memantik kesadaran. Alih-alih menjadi solusi, regulasi semacam ini nampaknya tidak diminati, sehingga sampai hari ini belum melahirkan Peraturan Menteri yang diamanatkan di dalam UU dan PP Perbukuan, begitupun Peraturan Daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Di dalam Peta Jalan Pendidikan 2020-2035 yang lebih dari 18 kali didiskusikan antara Kemdikbud dan Panja di komisi X , bahkan taknampak keberpihakan terkait perbukuan dan literasi. Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) yang di dalamnya mengisyaratkan literasi membaca dan matematika tidak dapat mewakili kebutuhan literasi masyarakat secara umum karena literasi tidak hanya dipraktikan di sekolah tapi juga melibatkan keluarga dan masyarakat sebagai Tri Pusat Pendidikan. Lalu pertanyaannya adalah untuk apa menciptakan regulasi jika tidak memiliki daya untuk diimplementasikan?
Secara umum, regulasi ini cukup ideal. Jika tidak memuaskan sebagian pihak, itu perkara lain. Sebagai sebuah produk Undang-undang, tentu sudah terlampaui diskusi-diskusi panjang, bahkan bertahun-tahun, dengan pelbagai elemen, termasuk pelbagai kepentingan dan kebutuhan publik.
Undang-undang ini mengatur bagaimana pelaku perbukuan, pemerintah/ pemerintah daerah, Perguruan Tinggi serta masyarakat berperan di sektornya masing-masing. Hal ini terungkap dalam penjelasan UU bahwa Standar perbukuan dikembangkan dan ditetapkan sebagai ukuran dan kriteria dalam pemerolehan naskah dan penerbitan buku untuk menghasilkan buku yang bermutu. Kemudian, pelaku perbukuan juga dituntut untuk profesional, ditunjukkan dengan sertifikat profesi. Amanat lain yang juga menarik dan penting digarisbawahi adalah pemerintah menyediakan akses usaha dan penyiapan iklim usaha perbukuan yang kondusif dan menetapkan kebijakan nasional untuk mengembangkan budaya literasi bagi warga Negara Indonesia.
Inisasi Perda
Undang-undang No 3 Tahun 2017 dan PP no 75 Tahun 2019 memberikan kewenangan sekaligus tanggung jawab yang cukup besar bagi Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Pasal39
Pemerintah Daerah provinsi bertanggung jawab: a. menjamin tersedianya Buku Bermutu, murah, dan merata tanpa diskriminasi di wilayahnya; b. menyusun dan menjamin tersedianya buku teks pendamping yang berisi muatan lokal yang bermutu; c. membina dan mengawasi tumbuhnya Toko Buku sesuai dengan kewenangannya; d. menjamin terlaksananya program peningkatan minat membaca dan minat menulis di wilayahnya; e . memastikan tersedianya buku teks bermutu untuk pembelajaran bagi setiap peserta didik pada satuan dan/ a tau program pendidikan sesuat dengan kewenangannya di wilayahnya; f. memfasilitasi masukan materi buku teks untuk diterbitkan; dan g. memfasilitasi Penerbitan buku langka dan naskah kuno yang bernilai sejarah serta mempunyai nilai penting bagi bangsa dan negara sesuai dengan kewenangannya.
Lebih dari 14 pasal, Pemerintah Daerah termaktub dalam Peraturan Pemerintah. Dengan demikian, UU Perbukuan ini nyaris takmungkin bisa terimplementasikan jika setiap daerah tidak menginisasi Perda sebagai turunan. Mulai dari urusan toko buku, pembinaan pelaku perbukuan, pengawasan hingga pemberian penghargaan. Bahkan secara spesifik, di Peraturan Pemerintah pasal 74, Pemerintah provinsi dapat menetapkan peraturan daerah atau peraturan gubernur dalam rangka akselerasi pengembangan budaya literasi di daerahnya. Artinya, ini menjadikan acuan sekaligus hawa segar bagi para pegiat literasi yang terus berjibaku untuk meningkatkan budaya baca di masyarakat sehingga pemerintah daerah dapat lebih berperan lagi.
Selain Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi juga disinggung di dalam regulasi ini. Sebagai sebuah komunal intelektual, Perguruan Tinggi tentu memiliki sumber daya yang melimpah. Pada PP Pasal 55 dijelaskan bahwa Pemerintah Pusat dan/ atau Perguruan Tinggi mendorong ketersediaan Buku teks untuk pendidikan tinggi yang bermutu, murah dan merata melalui: a. pembentukan lembaga Penerbitan perguruan tinggi; b) peningkatan dosen untuk menulis buku; dan c) penerjemahan dan penyadurah untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sekali lagi, sebagai sebuah produk undang-undang, maka implementasi menjadi sangat penting dan hal tersebut tentu tidak mungkin terwujud jika tidak munculnya inisiasi dari pelbagai pihak untuk mewujudkannya.
No responses yet